Wednesday, 21 October 2015

REVOLUSI MENTAL

     Revolusi mental merupakan sebuah perubahan yang mendasar dalam mentalitas manusia melalui cara berpikir, merasa, mempercayai, sehingga akan menghasilkan sebuah perilaku dan tindakan melalui kebiasaan sehari-hari. Revolusi mental tak akan pernah lepas dengan strategi budaya yang akan membentuk manusia-manusia yang berbudi pekerti, merkarakter, dan bermoral dengan kebiasaan.
      Para tokoh dan pakar bersepakat bahwa hakikat revolusi mental adalah "mengembangkan nilai-nilai". Agar perubahan revolusioner, nilai yang dikembangkan tidak boleh terlalu banyak dan harus bersifat "strategis-instrumental". Artinya bila dikembangkan bisa mengangkat kualitas dan daya saing bangsa secara keseluruhan.
    Nilai-nilai itu tidak perlu disakralkan dan harus bersifat lintas agama agar tidak menyulut perdebatan antargolongan. Revolusi mental sebaiknya tidak menargetkan suatu moralitas privat, seperti kesalehan pribadi, kerajinan menjalankan ibadah, dan sebagainya, namun lebih diarahkan untuk membenahi moralitas publik, misalnya, disiplin di tempat umum, membayar pajak, tidak korupsi, tidak menghina apalagi menganiaya kelompok lain, dan lain lain. Moralitas privat memang penting, tetapi sebaiknya masuk ke ranah privat dan ranah agama. Revolusi mental cukup mengurus ranah publik.
     Gagasan revolusi mental versi Jokowi semula nyaring sebelum dan selama Pemilu Presiden. Pemerintahan Jokowi sebenarnya juga berupaya tidak memperlakukan revolusi mental sekadar slogan. Sebagai bagian dari Nawacita, konsep dan strategi revolusi mental telah digodok di rumah transisi. Kehendak politik ditunjukkan dengan instruksi pada seluruh birokrasi pemerintah untuk melaksanakannya, dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan sebagai koordinator.
     Kenyataannya, sampai sekarang tidak terasa gebrakan revolusi mental yang "menggairahkan" di masyarakat. Pemerintahan Jokowi agaknya telah kehilangan ciri atau karakter yang menjadi daya pikat rakyat. Padahal, revolusi mental telah menjadi "trademark" Jokowi. Maka, pemerintahan sebaiknya kembali ke nilai-nilai yang diusung revolusi mental. Bukan membiarkan diri terombang-ambing hasutan politik. Agar tidak berhenti menjadi retorika, pokja revolusi mental telah mengusulkan delapan prinsip revolusi mental.
   Pertama, bukan proyek pemerintah, tetapi gerakan masyarakat yang difokuskan pada pengembangan enam nilai strategis. Harus ada komitmen dari pemerintah yang ditandai dengan reformasi birokrasi untuk mendorong dan memfasilitasi perubahan sikap dan perilaku masyarakat. Revolusi mental harus dilaksanakan secara lintas sektor dan partisipatoris. Salah satunya lewat penanaman nilai secara bertalu-talu melalui kampanye, aksi sosial, media sosial, film, sinetron, games, dan pengumuman terus menerus di tempat-tempat umum untuk antre, menjaga kebersihan, dan seterusnya. Desain program harus mudah dilaksanakan, populer bagi semua usia, dan sesuai budaya lokal.
     Hasil gerakan revolusi mental harus dapat diukur dampaknya kepada perilaku masyarakat. Perlu dipantau departemen apa yang kebijakannya mendukung atau justru menghambat pengembangannya. Presiden Jokowi harusnya bisa melihat sejauh mana pemerintahannya berhasil mengimplementasikan revolusi mental secara nyata di Indonesia.
     Revolusi mental tak akan lepas pula dengan pemuda yang mana pemuda sangat berperan penting dalam tercapainya sebuah tujuan yang diharapkan oleh bangsa. Oleh karena itu, pada era pemerintahan baru ini strategi budaya dijadikannya sebagai salah satu konsep jalan keluarnya segala persoalan bangsa mengenai krisisnya ideologi dan budaya bangsa terlebihnya dalam kesadaran akan pentingnya dalam menjujung tinggi nilai-nilai kebudayaan yang ditelah dimiliki oleh bangsa, baik dalam karakter, bahasa, perilaku maupun moralitas.

No comments:

Post a Comment