Revolusi mental merupakan sebuah perubahan yang mendasar
dalam mentalitas manusia melalui cara berpikir, merasa, mempercayai, sehingga
akan menghasilkan sebuah perilaku dan tindakan melalui kebiasaan sehari-hari.
Revolusi mental tak akan pernah lepas dengan strategi budaya yang akan
membentuk manusia-manusia yang berbudi pekerti, merkarakter, dan bermoral
dengan kebiasaan.
Para tokoh dan pakar bersepakat bahwa hakikat revolusi
mental adalah "mengembangkan nilai-nilai". Agar perubahan
revolusioner, nilai yang dikembangkan tidak boleh terlalu banyak dan harus
bersifat "strategis-instrumental". Artinya bila dikembangkan bisa mengangkat
kualitas dan daya saing bangsa secara keseluruhan.
Nilai-nilai itu tidak perlu disakralkan dan harus bersifat
lintas agama agar tidak menyulut perdebatan antargolongan. Revolusi mental sebaiknya
tidak menargetkan suatu moralitas privat, seperti kesalehan pribadi, kerajinan
menjalankan ibadah, dan sebagainya, namun lebih diarahkan untuk membenahi
moralitas publik, misalnya, disiplin di tempat umum, membayar pajak, tidak
korupsi, tidak menghina apalagi menganiaya kelompok lain, dan lain lain.
Moralitas privat memang penting, tetapi sebaiknya masuk ke ranah privat dan
ranah agama. Revolusi mental cukup mengurus ranah publik.
Gagasan revolusi mental versi Jokowi semula nyaring
sebelum dan selama Pemilu Presiden. Pemerintahan Jokowi sebenarnya juga
berupaya tidak memperlakukan revolusi mental sekadar slogan. Sebagai bagian
dari Nawacita, konsep dan strategi revolusi mental telah digodok di rumah
transisi. Kehendak politik ditunjukkan dengan instruksi pada seluruh birokrasi
pemerintah untuk melaksanakannya, dengan Kementerian Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan sebagai koordinator.
Kenyataannya, sampai sekarang tidak terasa gebrakan revolusi
mental yang "menggairahkan" di masyarakat. Pemerintahan Jokowi
agaknya telah kehilangan ciri atau karakter yang menjadi daya pikat rakyat.
Padahal, revolusi mental telah menjadi "trademark" Jokowi. Maka, pemerintahan sebaiknya kembali ke nilai-nilai yang
diusung revolusi mental. Bukan membiarkan diri terombang-ambing hasutan
politik. Agar tidak berhenti menjadi retorika, pokja revolusi mental telah
mengusulkan delapan prinsip revolusi mental.
Pertama, bukan proyek pemerintah, tetapi gerakan masyarakat
yang difokuskan pada pengembangan enam nilai strategis. Harus ada komitmen dari
pemerintah yang ditandai dengan reformasi birokrasi untuk mendorong dan
memfasilitasi perubahan sikap dan perilaku masyarakat. Revolusi mental harus dilaksanakan secara lintas sektor dan
partisipatoris. Salah satunya lewat penanaman nilai secara bertalu-talu melalui
kampanye, aksi sosial, media sosial, film, sinetron, games, dan pengumuman
terus menerus di tempat-tempat umum untuk antre, menjaga kebersihan, dan
seterusnya. Desain program harus mudah dilaksanakan, populer bagi semua usia,
dan sesuai budaya lokal.
Hasil gerakan revolusi mental harus dapat diukur dampaknya
kepada perilaku masyarakat. Perlu dipantau departemen apa yang kebijakannya
mendukung atau justru menghambat pengembangannya. Presiden Jokowi harusnya bisa
melihat sejauh mana pemerintahannya berhasil mengimplementasikan revolusi
mental secara nyata di Indonesia.
Revolusi mental tak akan lepas pula dengan pemuda yang mana
pemuda sangat berperan penting dalam tercapainya sebuah tujuan yang diharapkan
oleh bangsa. Oleh karena itu, pada era pemerintahan baru ini strategi budaya
dijadikannya sebagai salah satu konsep jalan keluarnya segala persoalan bangsa
mengenai krisisnya ideologi dan budaya bangsa terlebihnya dalam kesadaran akan
pentingnya dalam menjujung tinggi nilai-nilai kebudayaan yang ditelah dimiliki
oleh bangsa, baik dalam karakter, bahasa, perilaku maupun moralitas.